Minggu, 24 Juni 2012

64,6 Persen Hutan Mangrove Hilang

Banyuwangi, Kompas --- Sejak tahun 1999 hingga 2005 Indonesia telah kehilangan 5,58 juta hektar luas hutan mangrove. Jumlah ini mencapai 64,6 persen dari luas mangrove yang pernah terdata tahun 1999 yakni 8,6 juta hektar. Hilangnya hutan bakau ini telah berdampak pada berkurangnya biota laut seperti kepiting, ikan, dan kerang serta timbulnya abrasi.

Hal ini terungkap dalam diskusi dan workshop Pengembangan Ekowisata untuk Mendukung Konservasi Mangrove yang diselenggarakan di Banyuwangi, Selasa (29/5). Diskusi diselenggarakan Kementerian Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Peneliti lingkungan dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Sri Nurul Rofiqo, memaparkan hgilangnya hutannya mangsrove disebabkan pembukaan lahan pesisir. Akibatnya, muncul persoalan, seperti berkurangnya jumlah ikan dan biota laut lainnya hingga abrasi.

Masyarakat pesisir mengaku sudah merasakan dampakdari kerusakan mangrove. Muzayin dari masyarakat Desa Wringin Putih Muncar mengatakan, setelah mangrove berkurang drastis di wilayahnya, tangkapan ikan, kepitingm, dan kerangpun turut berkurang. "Kondisi ini membuat kamiu sadar, dan tergerak untuk mengembalikan hutan mangrove lagi. Karena itu, sejak beberapa tahun terakhir, kami bekerja swadaya menanam mangrove di pinggir pantai," ujar Muzayin.

Gerakan warga
Gerakan swadaya mengembalikan mangrove, menurut Kepala Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I Kementerian Kehutanan, Murdoko, sudah banyak dilakukan masyarakat. Di Banyuwangi misalnya, di kawasan pantai selatan Jawa mempertahankan Bedul sebagai daerah konservasi mangrove. Hutan mangrove dijaga karena menjadi aset wisata mereka.

Di Medan, kelompok tani pun memilih mempertahankan hutan mangrove dan memperluasnya karena memberi dampak positif dalam usaha perikanan mereka. "Dengan adanya hutan mangrove ikan-ikan jadi lebih melimpah," kata Murdoko.

Gerakan rakyat itu, tambah Murdoko, lebih efektif dibandingkan dengan proyek pengembangan mangrove yang dilakukan pemerintah. Namun gerakan masyarakat masih terkotak-kotak dan belum menyeluruh. Beberapa gerakan hanya untuk pariwisata, belum menjangkau pendidikan atau sebaliknya.

JICA pun ikut ambil bagian membantu gerakan pengemblaian ekosistem mangrove berbasis masyarakat. Menurut Takahisa Kusano, Ketua Penasihat Gerakan Konservasi Mangrove JICA di wilayah ASEAN, kelompok masyarakat dari berbagai daerah dikumpulkan. Mereka akan bertukar informasi mengenai keberhasilan dan kesulitan dalam mengelola ekowisata mangrove. Dengan cara demikian, pengembalian hutan mangrove lebih cepat terealisasi. (NIT)

Sumber: Kompas, 30 Mei 2012, hal 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar