Kamis, 31 Mei 2012

Verifikasi Diperketat : Cegah Impor Limbah Bermasalah sejak di Hulu

Jakarta, Kompas --- Pemerintah mengkaji ulang sistem verifikasi yang diterapkan dalam impor besi bekas. Sistem selama ini dinilai masih longgar sehingga ratusan ribu ton besi bekas bercampur limbah bahan beracun dan berbahaya impor masuk ke kedaulatan Indonesia.
   "Banyaknya kontainer besi bekas impor yang tertahan di pelabuhan karena limbah B3 menjadi perhatian serius kami. Kami tengah mengkaji ulang sistem verifikasi proses impornya," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh di Jakarta, Jumat (5/5).
   Selama ini, lanjutnya, verifikasinya tergolong longgar. Dari pelabuhan asal, verifikasi hanya administratif. Begitu tiba di Indonesia, pengecekan fisik bersifat acak. Akibatnya, besi bekas yang diimpor sulit dipastikan terbebas dari limbah B3.
   Saat ini, pemerintah menjajaki menerapakan model verifikasi impor seperti di China. Verifikasi impor terdiri dari tiga tahapan: di pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, dan pengecekan fisik terhadap seluruh besi bekas yang diimpor. Begitu ada bukti mengandung limbah B3, besi bekas langsung direekspor.
   Nantinya, pengecekan tak hanya acak, tetapi semua ditaruh di hamparan atau semacam penampungan untuk dicek. Untuk itu, dibutuhkan prasarana pendukung yang memadai, seperti fasilitas tempat dan tenaga penguji. "Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup," paparnya.

Sambut positif
   Dihubungi di jakarta, Deputi V Bidang Penataan Hukum Lingkungan Kementerian LH Sudariyono mengatakan, pihaknya menyambut baik rencana verifikasi itu. "Prinsipnya, selesaikan persoalan di hulunya," katanya.
   Verifikasi yang baik di negara pengekspor diyakini dapat mencegah permasalahan seperti yang terjadi empat bulan terakhir. Di saat barang sudah tiba di pelabuhan tujuan, persoalan menjadi panjang. Ada biaya besar yang harus ditanggung, selain ancaman sanksi pidana.
   "Kami siap bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kedmenterian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan untuk membahas impor limbah dan sebagainya," kata Sudariyono.
   Kementerian Luar Negeri patut dilibatkan dalam pembahasan karena terkait perdagangan lintas batas negara. Selain itu, perwakilan pemerintah di negara-negara pengekspor limbah juga bisa menyosialisasikan peraturan yang berlaku di Indonesia.
   Sejak Januari 2012, setidaknya 7.000 kontainer besi bekas masuk ke Indonesia melalui sejumlah pelabuhan. Sebagian besar masih tertahan di pelabuhan untuk pemeriksaan fisik setelah ditemukan bukti sebagian kontainer mengandung limbah B3.
   Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Ismail Mandry mengatakan tertahannya besi bekas di pelabuhan mulai mengganggu produksi baja. Importasi besi bekas lebih dari 30 tahun dan baru kali ini terjadi permasalahan penahanan skala besar. (ENY/GSA)

Sumber : Kompas 5 Mei 2012, hal 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar